Seorang peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian atau BPTP Bali, Ir. Suprio Guntoro, menemukan kopi luwak probiotik. Selain jumlah produksi bubuk kopi tidak terbatas, kopi luwak probiotik dipercaya akan melindungi populasi luwak.
Pada proses produksi kopi luwak secara alami, bubuk kopi diperoleh dari biji kopi yang digiling setelah dijemur dan disangrai. Uniknya, biji kopi itu sebelumnya diperoleh lewat proses pencernaan alami binatang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) yang memakan buah kopi. Sementara itu, pada kopi luwak probiotik temuan Guntoro, biji kopi dihasilkan dari buah kopi matang yang dipetik dan dipilih, lalu difermentasikan secara khusus dengan mikroba probiotik dari usus halus dan usus buntu binatang luwak. Sangat berbeda dengan proses alaminya.
“Jadi, kopi luwak probiotik ini dihasilkan dengan mengadopsi proses pencernaan binatang luwak. Mikroba probiotik itu adalah hasil dari isolasi mikroba di usus halus dan usus buntu luwak. Mikroba probiotik itu kami pastikan tidak mengandung mikroba yang bersifat patogen atau penyakit,” – Guntoro. Dia memastikan proses isolasi mikroba itu dilakukan dengan bahan alami alias tanpa melibatkan bahan-bahan kimia.
Dengan demikian, lewat kopi luwak probiotik ini, kopi luwak dapat diproduksi berdasar kebutuhan dan tidak terbatas pada jumlah luwak atau kemampuan konsumsi luwak sebagaimana pada umumnya. Bubuk kopi luwak pada umumnya berharga relatif mahal, yakni Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per kilogram. Kopi luwak juga menjadi andalan ekspor kopi bagi Indonesia.
“Kopi luwak probiotik juga melindungi populasi binatang luwak itu sendiri. Karena besarnya permintaan pada kopi luwak, pada umumnya kopi itu dihasilkan dengan cara menernakkan binatang luwak. Sekitar 10-30 persen dari luwak yang diternakkan itu mati atau lepas sehingga pasti akan memengaruhi populasinya,” – Guntoro.
Menurut Guntoro, dari segi rasa dan kenikmatannya, kopi luwak probiotik ini juga hampir sama dengan kopi luwak yang dihasilkan secara normal. Bahkan, dari pengakuan para penikmat kopi, cita rasa kopi luwak probiotik ini lebih lembut tetapi memiliki aroma kopi yang lebih kuat.
Guntoro mengaku, penelitian atas kopi luwak itu dilakukan secara swadaya sejak tiga tahun silam. Saat ini penemuan itu sedang dalam proses pematenan yang didaftarkan melalui Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian di Bogor yang berada di bawah koordinasi Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian. Bersamaan dengan proses itu, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember, Jawa Timur, juga melakukan pengujian atas data ilmiah penelitian Guntoro.
No comments:
Post a Comment